Sebelumnya aku sudah berpikir kalau aku akan kehilangan teman-teman gank-ku semasa smu dulu, khususnya mereka yang pernah menikmati masa-masa indah bersamaku. Yang jelas, kami sudah dipisahkan oleh jarak yang lumayan jauh sejak aku pindah ke kota ini untuk mengambil pendidikan dokter di sebuah perguruan tinggi yang terbaik di kota ini.
Kini, sudah hampir sebulan aku ada di sini, dan selama itu aku seringkali masih memikirkan mereka semua, aku kangen dengan permainan ML mereka yang dahsyat itu. Namun obsesiku kan bukan hanya untuk nge-seks saja, yang tidak bisa dijadikan sebagai pegangan hidup nantinya, aku perlu menggapai cita-citaku dan menjadi orang yang bisa dibanggakan oleh kedua orang tuaku. However, sex is one of the wonderful side of life, but that is just a craziest thing if we have been failed our future because of sex.
Sebenarnya masalah terbesarku saat ini bukanlah rasa haus yang mendalam akan sex, melainkan apa yang dinamakan "kesendirian", kesendirian itulah yang akhirnya membuat otakku tambah sarat dengan pikiran-pikiran ngeres. Aku ada di tengah-tengah kota yang masih asing, belum punya teman akrab. Paling-paling kenalanku hanya sebatas teman kos atau beberapa temen sekelasku di kampus, itu saja. Kalau ada orang yang berkata kebanggaan seseorang itu adalah teman-temannya, aku setuju dengan pendapat itu.
Namun di sisi yang lain, aku merasa ada untungnya juga aku terpisah dengan teman-teman gank-ku itu, karena kupikir ini merupakan kesempatan emas untuk aku mulai membenahi hidupku lagi, memulai segalanya dari awal, yaitu menjalani kehidupan yang normal, mengobati ketagihanku bermain seks dengan sesama pria. Kenapa aku bisa sampai ketagihan? aku pun tak bisa menjawabnya, mungkin saja dikarenakan libidoku yang kelewat tinggi itu. Ketika aku sudah jauh dari mereka yang menggodaku, aku pikir aku sudah jauh dari godaan dan itu akan menolongku untuk lepas dari kebiasaan gila itu. Tetapi, pepatah mengatakan lepas dari mulut singa, jatuh ke mulut buaya. Pepatah itu tepat sekali menggambarkan keadaanku saat ini.
Suatu hari, dimana semua itu terjadi secara tidak disengaja dan tidak pernah terpikirkan dibenakku sebelumnya. Waktu itu, kampusku, kampus Biroe (=nama samaran, red) sudah agak lengang. Maklumlah, pas siang-siang panas begitu, tidak banyak mahasiswa yang kuliah. Mereka rata-rata lebih suka mengambil kuliah pagi. Saat itu kelas pertamaku baru saja berakhir, sedangkan kelas berikutnya masih akan dimulai satu setengah jam lagi, seperti biasanya, aku lebih suka menunggunya di perpustakaan sambil membaca koran atau buku-buku. Kebetulan juga aku memang sedang memerlukan beberapa buku tentang penyakit dalam untuk keperluan pembuatan paperku.
Karena sudah terbiasa, aku tidak terlalu ambil pusing apakah aku harus ke perpustakaan sendirian atau bersama teman, karena aku juga sudah terbiasa kemana-mana sendirian sejak aku ada di kota ini. Begitu aku menjejakkan kakiku di anak tangga pertama perpustakaan, tiba-tiba seseorang mendahuluiku, ia seperti sedang terburu-buru, atau lebih tepatnya tidak ada bedanya antara terburu-buru dan sedang dikejar-kejar anjing. Aku tertegun dan memperhatikannya beberapa saat; cowok itu ganteng juga, badannya lebih bongsor dari badanku, berkacamata dan wajahnya indo, dengan tampang yang innocent dan muka yang bersih.
Anak muda itu sempat berhenti, membalikkan badan dan memandang tajam ke arahku, kemudian melemparkan senyum. Aku pun balas tersenyum, sementara mataku memelototinya. Aku belum pernah bertatapan langsung dengan cowok indo seperti saat itu, paling-paling hanya melihat cowok-cowok ganteng itu di layar TV. Ternyata, yang kampusku juga punya stok cowok seperti itu.
Tiba-tiba, langsung terbersit di pikiranku tentang bagaimana rasanya ML dengan cowok indo? Seperti layar tancap, yang tiba-tiba muncul di depan mataku tentang bayanganku menggagahi cowok indo seperti dia. Tetapi tak lama kemudian ia berbalik lagi, masuk ke dalam perpustakaan. Jujur, aku telah dibuatnya menjadi mabuk kepayang dan penasaran, apalagi ketika mataku menatap langsung pantatnya yang dibalut celana jeans gombor itu.
Meski liukannya tidak terlihat jelas, tapi aku punya indera keenam yang bisa membayangkan kalau pantat cowok itu pasti sangat seksi. Aku juga tak tahu, apakah kelebihan semacam itu patut disyukuri atau disesali, tapi yang jelas itu tidak terlalu menggangguku, I'am enjoying it.
Begitu memasuki ruang perpustakaan, mataku langsung menyapu seluruh ruangan, tapi cowok indo itu tak kelihatan juga batang hidungnya. Aku pun langsung menuju rak buku kedokteran dengan mata yang masih liar melirik kesana kemari, mencari-cari cowok itu. Di depanku berjajar buku-buku tebal tentang ilmu kedokteran, aku mengambil beberapa dan membolak-balik halamannya, tetapi tetap saja pikiranku tidak bisa tenang, bahkan sepertinya isi buku itu hanya foto-foto bugil dari cowok indo itu. Sampai sebegitu ngereskah pikiranku?!?
Eh, tiba-tiba seperti jatuh dari langit atau mungkin juga karena berjodoh, cowok itu tiba-tiba muncul di antara rak-rak buku dimana aku berada saat itu, masih dengan tampangnya yang cool. Kali ini dia cuek saja ketika melihatku ada di situ, Aku pun juga membalasnya dengan berlagak cuek. Ternyata dia juga sedang mencari beberapa buku dari rak kedokteran itu, dan kemudian setelah menemukan apa yang dicarinya, ia menurunkan tiga buku tebal dari rak itu. Kemudian dia berlalu begitu saja melewati aku, tanpa menyapa atau tersenyum sedikit pun, seolah-olah ia menganggap aku ini seperti patung tengkorak yang ada di laboratorium yang tidak pantas disapa. Atau apakah aku ini masih kurang tampan untuk menarik perhatiannya. Barangkali cowok itu memang tidak punya bakat jadi gay, pikirku.
Kedokteran? mengapa ia mengambil diktat-diktat kedokteran? mungkinkah dia anak kedokteran juga? aku tidak terlalu yakin, karena aku tidak pernah melihat tampangnya di kelas kedokteran, karena aku cukup mengenal tampang anak-anak kedokteran dari angkatanku sampai para senior, mulai dari yang bertambang konservatif sampai yang funky. Akhirnya, untuk menjawab rasa penasaranku yang sudah tak terbendung lagi, aku pun kemudian memutuskan untuk mendekatinya dan siapa tahu berkesempatan berkenalan dengannya, hitung-hitung untuk menambah teman juga.
Aku lantas mengambil beberapa buku dan menyusulnya ke tempat baca, tentu saja langkahku sedikit aku perlambat di belakangnya. Dia ternyata memilih sebuah tempat di pojokan ruangan, agak tersembunyi. Aku pun membuntutinya layaknya seorang detektif yang sedang memburu buronannya.
Tidak lama setelah ia duduk, aku pun menarik kursi yang ada di sampingnya, dan kemudian duduk disana. Dia sempat melirikku dan tersenyum lagi, "walah, jantungku hampir copot dibuatnya," Tidak lama ia pun sudah kembali asyik dengan kesibukannya membolak-balik halaman buku-buku tebal yang diambilnya tadi, yang ternyata semuanya berisi seputar pengetahuan tentang seks. Untuk beberapa saat lamanya, kami berdua hanya diam membisu sambil memelototin bacaan kami masing-masing, tapi sama seperti tadi, pikiranku masih kacau, karenanya aku pun sedikit-sedikit menyempatkan melirik ke arah cowok itu, khususnya ke seputar "anu"-nya itu. Aku memang sengaja agak memundurkan kursi yang kududuki agar bisa memandangnya dengan lebih leluasa dan tidak terkesan mencurigakan.
Aku mulai bisa membayangkan pinggulnya yang padat and kontolnya yang pastinya imbang dengan postur tubuhnya itu. Terus terang, pikiranku 100% tidak lagi ada di buku yang aku pura-pura baca itu, meski sesekali aku juga tampak membacanya dengan serius, tetapi itupun sebagai tameng agar ia tidak mencurigaiku.
Dia tampak serius sekali membaca buku-buku itu, memang tidak semua halaman yang dibacanya, melainkan hanya beberapa bagian saja. Aku berpikir mungkin saja yang diserapnya dari buku itu bukannya segi ilmu pengetahuannya, melainkan segi fantasinya. Kadangkala aku memang berpikir kalau orang lain punya otak yang sama sepertiku, ngeres!
"Hei, kamu di kedokteran juga yah? Namaku, Ferry!" Aku mengulurkan tanganku, entah mengapa tiba-tiba keberanianku muncul untuk mengajak cowok itu berkenalan. Dia ternyata menyambutnya dengan hangat, meski agak heran dengan spontanitasku itu.
"Jimmy, anak ekonomi!" akunya sambil kembali tersenyum ke arahku. Raut mukanya sangat bersahabat, dan ternyata Jimmy anak yang ramah dan menyenangkan. Senyumannya itu sempat membuatku agak shock juga, tapi shock karena terangsang.
"Kau sering kemari juga? Suka baca buku begitu?" tanyaku basa basi sambil melirikkan mata ke arah buku yang dipegangnya itu. Tetapi, dia ternyata tidak kelimpungan sedikit pun ketika tahu aku memergokinya membaca buku itu. Malah ia memutar kursinya berhadapan denganku.
"I just want to know a little about sex!" bisiknya sambil nyengir. Aku pun balas tersenyum, gila nih anak ternyata terlalu ceplas-ceplos. Singkatnya kami pun kemudian terlibat obrolan ngalor ngidul yang bikin kami kelihatan tambah akrab aja. Bahkan, saking banyaknya ketawa, sampai-sampai aku kebelet pipis.
"Sorry, aku mau ke toilet dulu, sudah nggak tahan nih!" Aku pun segera bangkit dari kursiku dan setengah berlari menuju toilet yang ada di dalam ruangan. Ketika sedang asyik ngucur, tiba-tiba Jimmy sudah berdiri di sampingku dan membuka retsleting celananya.
Dia pun ikut-ikutan buang air, aku sempat tertegun ketika melihat kontol Jimmy yang melesak keluar seperti rudal tomahawk saat itu, belum lagi jika sedang tegang-tegangnya. Pas lagi tidur aja panjangnya sekitar sepuluh sentian dan lagi masih belum disunat. Aku melirik cukup lama juga ke arah batang kejantanannya itu, dan Jimmy pun memandangi kontolku yang sedang kuusap-usap dengan tanganku, perlahan-lahan sampai mencapai klimaksnya.
Tiba-tiba Jimmy mengulurkan tangannya, meraih batang kejantananku, meremasnya dan menggenggamnya seperti memegang pistol dan tak lama kemudian ia berganti memegangi kontolnya sendiri. Aku sendiri waktu itu kalang kabut, pikiranku makin tak karuan, seperti mimpi saja. Tapi aklu cepat tanggap dan langsung tahu apa yang harus kulakukan. Aku segera melepaskan cengkeraman tangan Jimmy ketika ia mencoba merangsang kontolnya sendiri, dan membiarkan tanganku yang ganti mengelus-elusnya sampai mencapai tegangan tinggi. Aku kocokin sebentar sebelum aku berjongkok di depan kontol Jimmy dan kemudian melumatnya habis. Kontol Jimmy yang panjangnya tak kurang 16 cm itu membuatku horny sekali, kulupnya putih seputih kulit badannya.
Aku pun menjilatinya dengan liar untuk beberapa saat lamanya. Sementara itu Jimmy benar-benar berada dalam puncak kenikmatannya, dia mengerang-erang menikmati permainanku di kontolnya itu. Tapi kemudian aku cepat-cepat melepaskan mulutku dari kontol Jimmy, aroma kejantanannya masih aku rasakan melekat di lidahku. Aku tidak mau karena terbawa oleh kenikmatan sampai tidak memperhatikan situasi dan kondisi, bagaimana jika lantas ada yang masuk and melihat kami sedang beradegan syur seperti itu.
"Kenapa dilepas, teruskan saja!" pinta Jimmy sambil menatapku dengan tak mengerti. Aku tidak menjawabnya, aku hanya menarik lengannya dan membawanya masuk ke dalam bilik WC, setidaknya di ruangan sempit berukuran 2 m x 1 m itu kami bisa lebih leluasa, mau jungkir balik, telanjang bulat, atau ngentot pun tak jadi masalah. Apalagi aku kan memang dikenal sebagai pendekar bilik, karena keseringan main di WC sehingga bagiku tempat sesempit itupun tak jadi masalah.
Begitu masuk ke bilik dan memastikan pintu sudah terkunci, aku segera memeluk Jimmy dan mendaratkan ciumanku bertubi-tubi ke bibirnya, melumatnya dengan liar. Bersamaan dengan itu tangan kami pun ikut beraksi saling melepaskan pakaian yang kami kenakan.
Kemudian Jimmy mendudukkanku di atas closet. Lantas, sambil berpangku menghadap ke arahku, Jimmy meneruskan cumbuannya ke bibir and leherku. Sementara itu aku pelorotin pelan-pelan celananya and diikuti celanaku, dan membiarkan paha mulus Jimmy menempel dengan pahaku dan bertumpu di atas kontolku yang sudah tegang tak ketulungan. Jimmy terus menciumi dan menjelajah badanku sambil turun perlahan lahan, ke dada, ketiak, kedua putingku yang kemerahan seperti buah cherry, dan sampai pusarku.
Tanganku memeluk erat pinggulnya, dan perlahan kumasukkan ke sela-sela celana dalamnya yang loreng, meremas-remas pantatnya yang pas dengan dugaanku sebelumnya, gempal and seksi. Setelah itu, aku memutar tanganku merayap ke arah bagian depannya, aku merangsang kontolnya sambil pelan-pelan melorotin celana dalamnya. Aku biarkan ujung kontolnya itu jatuh di atas perutku, dan kemudian aku pun tak ketinggalan mengeluarkan kontolku dari balik celana dalamku, supaya keduanya bisa ketemu dan bercumbu sendiri di bawah sana.
"Argh! Luar biasa!" aku pun mulai merasakan kenikmatan sedang merayap di sekujur tubuhku lewat sensasi yang diberikan Jimmy, sesekali Jimmy menggigit-gigit kecil di beberapa bagian tubuhku. Aku juga bisa mencium aroma tubuh Jimmy yang sangat harum dan bikin horny, Jimmy anak orang kaya, jadi tidak mungkin tubuhnya itu disemprot deodorant murahan.
Aku juga mengimbangi permainan Jimmy dengan menciumi pipi and rambutnya sampai-sampai rambut yang semula tertata rapi itu jadi acak-acakan. Sementara itu, ciuman Jimmy perlahan makin turun mendekati seputar kontolku, Jimmy menciumi jembut-jembut halusku yang mulai tumbuh lagi itu, memang jauh berbeda dengan jembutnya yang lebat dan panjang-panjang itu. Sehabis itu, Jimmy menjilati kontolku dari ujung sampai kepangkalnya dengan penuh nafsu, sesekali digigitnya pelan. Kemudian ia memasukkannya ke dalam mulutnya, diisapnya maju mundur, disedotnya,
"Achh, teruskan Jim!" Aku sudah tak tahan lagi, dan kemudian terbendung lagi, lahar putihku pun tumpah ruah, pada saat Jimmy sedang asyik-asyiknya menghisap kontolku. Tak ayal lagi, spermaku tertelan oleh Jimmy, semula dia meringis karena baru pertama kali minum jus sperma. Tapi toh setelah itu, Jimmy malah ketagihan, malahan dijilatnya lagi sisa-sisa sperma di ujung kontolku sampai ludes tak bersisa, kontolku pun jadi basah kuyup oleh air liur Jimmy.
Aku mulai meremas-remas kedua puting susu Jimmy, kemudian kugigit dengan gemas. Setelah itu, aku merubah posisi, karena batangku masih terkulai lemas, maka akulah yang harus aktif untuk mengambil alih kendali. Aku dudukkan Jimmy di atas closet, dan memangkukan badanku membelakangi Jimmy. "Tusuk dari belakang, Jim!" perintahku. Jimmy mengangguk, sepertinya ia sudah cukup mengerti. Tetapi sebelumnya, ia memberikan foreplay yang dahsyat dan membuatku seakan-akan melayang di udara.
Jimmy makin liar aja, apalagi spermanya belum keluar, dia menciumi punggungku sambil tangannya beraksi mengelus-ngelus dada sampai ke kontolku secara bergantian, sesekali dia mengocok kontolku agar cepat tegak lagi. Aku duduk tepat di atas batang kontol Jimmy, aku pun mengatur agar kontol Jimmy masuk di lubang pantatku. Setelah yakin sudah masuk, aku menggerak-gerakkan pantatku naik turun. Mulanya, dengan tempo lambat sampai perlahan-lahan berubah menjadi tempo yang lebih cepat. Jimmy pun mengerang-erang keenakan sambil menggigit-gigit bibir bawahnya. "Aku mau keluar nih!" sesaat kemudian Jimmy pun akhirnya melontarkan sperma hangatnya ke dalam lubang anusku.
Setelah itu, aku menarik pantatku agar lepas dari kontol Jimmy. Aku berjongkok di antara kedua selangkangannya, aku menjilat kedua belah pangkal pahanya sampai ke buah pelirnya perlahan-lahan, lantas berlanjut terus sampai ke ujung kontolnya yang masih beraroma pantatku itu. Tetapi kontolnya masih belum juga mau berdiri, sedangkan kontolku waktu itu sudah ereksi untuk yang kedua kalinya. Aku pun lantas berdiri and ngocok kontolku di depan muka Jimmy yang masih duduk di atas closet, Sesekali mulut Jimmy melumat kontolku, dan tak lama kemudian spermaku pun muncrat lagi. kali ini tepat di muka Jimmy, lagi-lagi Jimmy menjilatinya sampai tak bersisa. Menikmati jus sperma yang rasanya asin and agak amis, namun nikmat.
Rasa capek pun tak bisa lagi terbendung. Kami sepakat mengakhirinya untuk saat ini, cukup dahsyat untuk sebuah permulaan, khususnya untuk Jimmy yang baru sekali itu merasakan sex play. Sejak itu kami menjadi makin kompak aja, malahan saking lengketnya, tiga bulan sesudah itu, Jimmy memutuskan untuk pindah kos ke tempatku. Dia merasa rugi bayar kos mahal-mahal kalau toh hampir tiap malam nginap di tempat kosku juga, jadi dia pun pindah. Itu membuat kami makin leluasa untuk menyalurkan syahwat kapan pun kami mau dan bisa dimanapun, di atas ranjang oke, di kamar mandi pun boleh. Dan perlu pembaca ketahui, Jimmy is the best on a bed.