Aku, sebut saja namaku Ardi. Umurku 25 tahun. Saat ini aku tinggal bersama kakak sepupu perempuanku yang sudah menikah di Jakarta, dan bekerja pada sebuah bank terkenal di Jakarta. Hal ini karena kakakku itu mengharapkan aku tinggal di sana untuk menemani dia dan suaminya tinggal di rumahnya yang besar. Meskipun sudah beberapa kali aku minta ijin kepada kakakku untuk kost sendiri, tapi tetap saja kakakku itu tidak mengijinkanku.
Sudah dua tahun ini aku tinggal di rumah ini, dan aku melihat bahwa keluarga kakakku ini termasuk keluarga yang cukup harmonis, meskipun dalam 5 tahun pernikahannya mereka belum mempunyai anak. Dikatakan harmonis bukan berarti mereka tidak pernah bertengkar atau ribut-ribut, karena beberapa kali aku pernah mendengar mereka ribut-ribut kecil, terutama pada waktu tengah malam. Dan kalau sudah begitu, maka suami kakak iparku (sebut saja Mas Andre) itu tidak lagi tidur sekamar dengan kakak dan tidur di sofa ruang santai keluarga.
Pernah beberapa kali aku menawarinya untuk tidur di kamarku, tapi dia selalu menolaknya. Malam ini kudengar kakak ribut-ribut lagi dengan suaminya, tapi kelihatannya lebih hebat dari biasanya, dan seperti biasa kemudian Mas Andre keluar dari kamar dan tidur di sofa. Dan seperti biasanya aku pun mencoba menawarkan kepada Mas Andre untuk tidur di kamarku, dan dan kali ini dia tidak menolak tawaranku itu. Mungkin karena saat ini sedang musim hujan, sehingga dingin dan banyak nyamuk di luar.
Sesampainya di kamar, Mas Andre tidak langsung tidur tapi mengajak aku mengobrol sambil rebahan di kasur berdua denganku. Dia banyak cerita tentang rumah tangganya yang tetap harmonis meskipun kadang ada ribut-ribut sedikit, dan katanya ia memang sangat cinta sama kakakku. Sampai akhirnya Mas Andre bertanya apakah aku sudah punya pacar, dan aku jawab terus terang bahwa aku belum punya pacar. Dia agak heran kenapa orang seumurku belum punya pacar. Aku juga tidak tahu mengapa aku tidak berpikir untuk itu sampai sekarang, atau mungkin karena aku orang yang pendiam, sehingga cewek enggan mendekatiku.
Aku, meskipun tidak teramat tampan, tapi kupikir cukup menarik. Dengan tinggi 170 cm, berat 62 kg serta kulit meskipun tidak terlalu putih dan hidung sedikit mancung cukup menarik bagi perempuan. Saat aku berpikr tentang diriku, tiba-tiba aku dikejutkan oleh pertanyaan Mas Andre yang menurutku agak sedikit vulgar. "Di, kalau boleh Mas tahu, berapa ukuran penismu, Di..?" Aku terkejut bukan main, dan untuk meyakinkan aku malah beberapa kali mencoba meminta Mas Andre untuk mengulangi pertanyaannya, seolah aku tidak mendengarnya.
Setelah yakin, akhirnya dengan terbata-bata aku menjawab, "Ng.., nggak tahu Mas, soalnya aku tidak pernah mengukurnya." Mendengar jawabanku itu, Mas Andre mendekatiku dan langsung menyentuh dan memegang daerah terlarang itu sambil berkata, "Coba Di, kita ukur. Kamu punya penggaris, khan..? Dan kita lihat bedanya dengan punya Mas." Aku makin malu bukan kepalang karena tanpa kusadari bocah kecil di selangkangan itu mulai menegang dan membengkak. "Jangan malu Di, aku kan kakakmu. Sudah kamu ambil penggarisnya sana!" suruh Mas Andre sambil melepaskan pegangannya di bocah kecilku.
Setelah mengambil penggaris aku kembali mendekati Mas Andre. "Lho, lepas donk celananya. Gimana mau diukur kalo kamu pakai celana begitu. Mas cuma pingin tahu kok. Ayo cepat..!" Dengan agak tergesa-gesa dan malu, akhirnya kulepaskan celana dalam warna putih bersih itu dari badanku. Dan serta merta terlihatlah batang kemaluanku yang menegang dan berdiri tegak itu. "Lho Di, kamu nggak pakai CD. Tapi nggak apa-apa, Mas biasanya juga nggak pakai kalau mau tidur." Aku diam saja sambil mengangguk mengiyakan.
Sambil memegang kemaluanku, Mas Andre kemudian meletakkan penggaris itu di batang kemaluanku. Berdetak-detak mau meledak rasanya jantung ini menahan kenikmatan pegangannya. "Cukup panjang Di. Panjangnya 18 cm dan diameternya ini kira-kira 4 cm." katanya sambil memain-mainkan dan mengurut-urut penis itu ke atas bawah. Aku mengelinjat-gelinjat merasakan kenikmatan itu, dan dengan santainya Mas Andre tetap memain-mainkan penis itu seakan-akan tidak mau tahu kenikmatan yang kurasakan. "Enak ya Di..? Kamu mau nggak kalau kuperkeras dikit urutanku ini?" kata Mas Andre sambil mengeraskan urutannya sebelum akhirnya melepaskannya. Aku merasakan kenikmatan itu menjalar ke seluruh tubuhku meski tidak sampai ejakulasi. Luar biasa, meskipun aku sering melakukan onani, tapi ini lain.
"Sudah Di, sekarang ganti punya Mas, kamu ukur..!" suruh Mas Andre sambil membuka baju dan celananya sekaligus. Tubuh itu ternyata begitu kekar dan menggairahkan. Meskipun agak kecoklatan, tapi kekar dan berisi. Dengan tinggi sekitar 175 cm dan berat yang sangat ideal, Mas Andre memang kelihatan sangat gagah. Meskipun tidak ganteng, tapi ia sangat manis dan bibirnya yang berkumis tipis itu membuatnya semakin manis. Bulu-bulu yang hampir memenuhi perut dan dadanya itu semakin menambah kejantanannya. Aku terpana memandanginya dari kepala sampai kaki, apalagi melihat tonjolan di bawah perut itu, aku semakin terpana. Tonjolan itu meskipun belum menegang dan kelihatan lebih kecil dari punyaku itu tapi tetap menarik bagiku yang belum pernah kulihat sebelumnya.
Dan tanpa kusadari, penisku pun ternyata telah menegang. Dengan tiba-tiba Mas Andre menepuk bahuku, "Hei Di, kamu terangsang ya. Ayo, ganti ukur punya Mas, jangan bengong gitu..!" Aku pun segera memegang dan meletakkan penggaris itu ke penis Mas Andre. "Di, bukan gitu, agak kocok dikit dong..! Emangnya punya kamu..? Yang langsung bisa menegang." Sambil terus memegangi penis itu, akhirnya kukocok pelan-pelan penis itu. Seiring dengan kocokan itu, penis Mas Andre pun mulai menegang. Dan sungguh tidak kukira setelah menegang, penis itu ternyata punya ukuran yang sangat besar.
Sambil terus kukocok, Mas Andre pun mengelinjat-gelinjat sambill mengerang-erang merasakan kenikmatan kocokanku. Setelah kulihat ketegangan itu maksimum, akhirnya kuletakkan penggaris pada batang penis itu dan aku mulai mengukur panjangnya. "21 cm mas. Dan diameternya kurang lebih 5 cm." Mas Andre diam saja tidak menghiraukan perkataanku itu. Ia lebih menikmati nikmatnya pegangan dan kocokanku itu sambil menggelinjat-gelinjat dan mendesah-desah merasakan kenikmatan itu.
Entah mengapa, tiba-tiba tanpa sadar aku mendekatkan mulutku ke depan penis yang seperti rudal itu, dan mulai menjilat-jilatnya dengan lidahku. Dan ternyata Mas Andre merasakan kenikmatan, bahkan menekan-nekan kepalaku untuk terus memasukkan penis itu ke mulutku. Dengan rakusnya kulumat habis penis ukuran jumbo itu hingga ke kerongkonganku sambi memasukkan dan mengeluarkannya berulang kali. "Ough, ough, terus Sayang, nikmat Sayang, terus..!" desah Mas Andre sambil melepaskan kaos yang masih melekat di tubuhku.
Kali ini aku sudah benar-benar telanjang bulat dan Mas Andre mulai mengangkat kepalaku dan mulai memainkan puting susuku dengan lidahnya. Jilatan Mas Andre kini mulai naik ke bibirku, dimain-mainkannya bibirku dengan lembutnya oleh lidahnya. Bau mulutnya semakin menambah gairahku. Mas Andre mulai seperti orang kelaparan. Setelah puas ia bermain di wajahku, kini jilatan lidahnya beralih ke bawah menurun hingga sampai ke pangkal penisku yang ditumbuhi bulu lebat itu. "Terus Mas, oug, ough..!" desahku penuh nafsu. Disedotnya dalam-dalam penisku dan aku terus merasakan kenikmatan itu.
Saat aku merasakan bahwa maniku mulai akan keluar, bergegas aku berkata dengan lembut pada Mas Andre, "Sebentar dulu, Mas. Kita bareng-bareng aja..!" Kemudian Mas Andre melepaskan sedotannya itu. Direbahkannya tubuh kekarnya itu dan dengan serta merta kutindih dengan tubuhku. Ia hanya tersenyum, sungguh manis. Dengan manja kupandangi wajah manis itu. Ya, dia memang begitu mempesona. Dengan tidak sabar kudekap tubuh itu erat-erat, kurasakan kehangatan yang luar biasa yang selama ini belum pernah kurasakan.
Kemudian mulai kujelajahi tubuh penuh bulu itu dengan lidah dan bibirku, erangan-erangan kecil dari Mas Andre semakin menambah gairahku. Sampai di pangkal selangkangan yang penuh bulu itu aku berhenti menjelajah. Kumain-mainkan rudal besar itu dengan mulutku, kusedot sedikit kemudian kulepas, demikian berkali-kali kupermainkan rudal itu. Kadang-kadang dengan agak gemas kugigit rudal itu. Sementara itu, Mas Andre terus menggelinjat-gelinjat merasakan kenikmatan yang kuberikan.
Beberapa saat kemudian, tangan Mas Andre menarik kakiku, dan tanpa terasa kami sudah dalamposisi 69. "Ough, ough, ough..!" jeritku ketika penisku sudah mulai terlumat oleh bibir Mas Andre. Kami saling memainkan penis-penis itu dan menyedot-nyedotnya. "Terus, Sayang, terus.., sebentar lagi keluar..!" kata Mas Andre. Tanpa kusadari maniku pun sudah di ujung kepala penisku, dan dekapan Mas Andre semakin erat kurasakan, hingga akhirnya, "Ah, ah, ah..!" kedua penis itu mengeluarkan mani secara bersamaan. Desahan-desahan saling sahut menyahut menandakan kenikmatan itu telah tiba. Benar-benar kenikmatan yang luar biasa yang belum pernah kurasakan.
Meskipun aku pernah merasakan nikmatnya ejakulasi karena onani, tapi tiada senikmat ini. Sesaat kemudian kami pun terkulai lemas dan terhanyut dalam mimpi. Sungguh malam yang luar biasa yang tidak terlupakan bersama-sama. Malam itu aku benar-benar tidur dengan pulas, hingga kurasakan ada sesuatu yang basah di anus. Dengan agak terkejut kubuka mataku, kulihat Mas Andre tengah asyik menjilat-jilat anusku. Melihat aku terbangun dia hanya tersenyum dan mengedipkan mata seolah memberi isyarat agar aku mengijinkannya. Kubiarkan bibir nakal Mas Andre terus mempermainkan anusku, sementara tangannya mulai menggerayang menggapai-gapai penisku dan meremas-remasnya. Sekali lagi aku merasakan kenikmatan itu.
Setelah puas menjilat-menjilat anusku dan memainkan penisku, ditariknya kakiku dan disuruhnya aku melumat penisnya yang mulai menegang itu. Benar-benar keperkasaan yang sempurna, kataku dalam hati. "Sayang, kamu nungging, ya..! Mas mau masukin ini ke anusmu, boleh kan..? Udah lama nih penis cuma dikocok-kocok saja, boleh ya Sayang..?" rengeknya dengan manja. Dengan sedikit ragu kuanggukkan kepalaku menyetujui permintaan pacar baruku ini. Dalam hatiku berpikir bagaimana mungkin barang sebesar itu dapat masuk ke anusku yang masih perawan ini. Dengan kasar bagai macan kelaparan, Mas Andre memasukkan penis yang sudah menegang dan penuh liurku itu ke anusku.
"Aduh, sakit Mas, sakit. Aduh.., pelan-pelan, Mas..!" erangku kesakitan. "Tenang Sayang, nanti kalau sudah masuk tidak sakit. Tenang, dikit lagi nih..!" Beberapa saat kemudian penis yang besar itu pun sudah hilang tertelan anusku. Kurasakan maju mundur Mas Andre menggenjot pantatku, dan ketika penis itu amblas ke dalam anusku kurasakan gelitikan kecil bulu-bulu kasar di pinggir penis Mas Andre menyetuh pantatku, hingga menambah kenikmatan yang kurasakan. Dan benar saja, kini sudah tidak terasa sakit lagi. Yang terasa hanyalah kenikmatan yang benar-benar belum pernah kurasakan.
Sambil terus menggenjot pantatku, tangan Mas Andre ternyata dengan lincah tengah mengocok penisku seiring gerakan maju mundur pantat itu. Tiada terasa sudah hampir satu jam permainan kedua ini berlangsung, hingga, "Ough, ough, aku mau keluar Sayang, aku mau keluar..!" teriak Mas Andre menahan kenikmatan itu. "Aku juga Mas, genjot, terus, genjot. Di dalam aja, Mas di dalam..!" pintaku. Mas Andre terus menggenjot ayunan maju mundurnya, dan akhirnya tanpa terasa kehangatan semburan mani Mas Andre kurasakan telah membasahi lubang anusku. Seiring dengan itu ternyata kocokan Mas Andre di penisku pun telah membuahkan hasil yang sama.
Kenikamatan itu benar-benar kurasakan bersama-sama. Sungguh, luar biasa. Tanpa mau melepaskan tancapan penisnya dari anusku, Mas Andre pun mulai merebahkan badannya ke spring bed empuk itu seiring rebahnya tubuhku. Dipeluknya tubuhku erat-erat seakan-akan ingin memberikan kehangatan sepenuhnya kepadaku. Dengan penis Mas Andre tetap menancap di anusku, kami pun mulai terbuai dalam mimpi-mimpi yang tiada berakhir. Dan sejak saat itu, aku dan Mas Andre melakukannya secara intesif minimal sekali dalam seminggu.
Setelah beberapa kali kami melakukan itu, belakangan baru kuketahui kalau sudah dua tahun ini Mas Andre sudah tidak melakukan hubungan badan dengan kakakku. Kalaupun Mas Andre minta, paling penis itu hanya dikocok pakai tangan sama kakakku. Dan itu membuat Mas Andre mencari pelampiasan kepadaku. Mas Andre, nama yang takkan pernah kulupakan. Dan kenikmatan itu biarlah terus saja kugapai. Kakakku biarlah kumiliki suamimu, tanpa aku harus merebutnya darimu.