Hari minggu siang itu, aku tidak mempunyai kegiatan sedikitpun, mau keluar malas karena begitu panasnya kota Surabaya yang membuatku enggan untuk berjemur dibawah teriknya matahari. Maka aku iseng-iseng aku telepon temanku Ras yang sudah menjadi teman akrabku dan diantara kami sudah tidak ada rahasia lagi yang perlu disembunyikan karena kita masing-masing sudah mengetahui siapakah diri kami masing-masing, walaupun begitu terus terang aja kami tidak pernah berbuat yang melebihi selain hanya ngobrol bersama yang nggak ada juntrungnya dari ngalor sampai ngidul dan balik lagi, karena kami sudah terlalu akrab dan kita bisa saling merasakan curhat kami satu diantara lainnya.
"Hallo Ras, gimana kabarmu? Terus terang aja saya hari ini lagi males keluar, jadi kita ngobrolnya lewat telepon aja yaa" "Ok," terus sambungnya lagi, "Oh yaa kemarin aku kenalan sama anak yang rumahnya hanya beberapa blok aja dari rumahku, dan dia rupanya orang baru, karena masih belum banyak temannya" "Boleh nggak aku tahu namanya dan nomor teleponnya"
Akhirnya Ras menyebutkan sebuah nama dan nama itu adalah Johny beserta dengan nomor teleponnya sekalian.
"Coba kamu hubungi dia siapa tahu dia welcome ama kamu" "Ok, trims deh," lalu akhiri pembicaraanku siang hari itu dengan Ras.
Dengan rasa ragu-ragu akan menghubungi Johny atau nggak, same kurang lebih sepuluh menit aku menimbang-nimbang, akhirnya kuberanikan diriku memencet nomor yang baru diberikan oleh Ras tadi.
"Hallo, dari siapa ini?"
Kudengar suara yang cukup ramah dan tidak ada kesan sombong sama sekali, yang makin membuat memberanikan diri bicara berlama-lama dengannya. Sampai akhirnya pembibaraanku mulai menjurus ke arah yang berbau sek, dan ternyata diapun juga menanggapinya walaupun tidak seberani aku. Sampai pada akhirnya keluarlah ucapanku.
"Boleh nggak aku kerumah kamu?" "Kapan?" jawabnya "Sekarang yaa" "Jangan sekarang, aku masih belum siap untuk menerima kedatanganmu," tolaknya secara halus. "Terus kapan lagi," timpalku. "Yah kapan-kapan aja, khan masih banyak waktu"
Akhirnya kuakhiri pembicaraan kami dengan janji suatu saat aku akn menghubunginya kembali.
*****
Setelah lewat waktu dua minggu, aku akhirnya ingat untuk menghubunginya kembali.
"Hallo, sapa nih?" jawabnya. "Aku.." jawabku sekenanya. "Oh kamu toh," lanjutnya. "Masih inget apa nggak?"tanyaku. "Ya terang dong masih inget"
Dan akhirnya pembicaraan kami mulai menghangat lagi sampai kurang lebih hampir setengah jam lamanya, sampai telingaku terasa panas kena handset telepon. Namun begitu obrolan yang kian menghangat masih kuteruskan.
"John, punyaku sudah berdiri nih dengar ceritamu" "Ah masak gitu aja buat kamu berdiri," tanyanya. "Iya nih," lanjutku, "Bolehkan aku kerumahmu yaa, sekarang ini" "Ok, tapi dengan syarat kita hanya ngobrol-ngobrol aja lho," kemudian lanjutnya, "Aku nggak mau kalau kita main, aku belum siap" "Ok, deh," jawabku, "Tapi nggak tahu lho kalau keterusan yaa," godanya.
Setelah telepon kututup, akupun segera mengambil motorku yang segera kupacu ke arah rumahnya yang tidak seberapa jauh dari rumahku yang mungkin kurang lebih sekitar 5 km, yang kutempuh tidak terlalu lama.
Setelah dekat dengan alamat yang diberikan, hatiku jadi deg-degan karena selama ini walaupun sering kontak lewat telepon tapi kami belum pernah bertemu muka. Ketika kuketuk pintunya, ternyata yang muncul adalah seorang pemuda yang berbadan cukup jangkung karena memang badannya tidak berlalu besar, yang tersenyum dengan ramahnya.
"Ayo, masuk" "Thanks," kataku
Setelah mengambil tempat duduk diruang tamunya yang hanya digelari sebuah karpet sehingga kami berdua duduk secara lesehan aja, dan itu justru membuatku santai tanpa harus bersikap formil terhadapnya.
Kami mengobrol sini sana dan saling mengajukan pertanyaan dari diri kami masing-masing yang memang belum diketahui, sampai akhirnya nggak tahu aku sengaja atau tidak kutepuk bahunya yang kebetulan dia sedang duduk membelakangkiku. Ada rasa terkejut pada dirinya, tapi tidak ada komentar atau nada protes yang keluar dari mulutnya. Padahal sebelumnya aku sudah berjanji untuk tidak melangkah lebih jauh lagi selain hanya mengobrol saja.
Sampai akhirnya kuelus lembut punggungnya dari atas kebawah, dia tetap diam saja. Dan kuulangi lagi, bahkan tanganku lebih nakal lagi yaitu dengan menyusup ke dalam leher kaosnya ke arah tenguknya. Dia kelihatan menggelinjang dan bahkan mulai menikmati setiap rabaanku didaerah cuping telinganya. Dan kudengan suara desisan keluar dari mulutnya dan akhir..
"Aduh, Mas.. Aku nggak tahan nih!" "Ayo kekamarku aja"
Sambil dia mulai bangkit berdiri dari tempat duduknya menuju ke arah kamarnya yang kuikuti dari belakangnya. Dan tanpa komando dia langsung menggeletak ditempat tidurnya sambil telentang dengan mata yang terpejam dan mulut menggangga menantikan seranganku.
Akhirnya kusergap dia yang sedang telentang dan kuciumi mulai dari cuping telinganya bagian belakang, leher bagian belakangnya ke arah hidungnya dan sejenak beradu hidung dengan hidung dan terus turun ke arah bibirnya, kuteruskan kebawah lagi ke arah dagunya yang bekas dicukur sehingga kurasakan kasar-kasar enak yang menambah gairahku untuk mecumbunya lebih lagi. Kemudian aku turun lagi kelehernya sambil dia terus mendesis-desis seperti ular.
"Sss.. oohh, aduh Mas" "Ahh.. Ooohh, sstt"
Sambil kujulurkan lidahku merayapi dadanya, tanganku mulai membuka satu demi satu kancing kaos yang dikenakannya dan sekalian kuangkat kaos itu melalui lehernya sambil terus kudengar erangannya yang tidak jelas itu. Terus dan terus kebawah menuju puting susunya kiri dan kanan dan kedada bagian tengah terus merosot sampai kepusarnya, dan kupermainkan sejenak lubang pusarnya dengan lidahku yang tidak henti-hentinya mejilat kekanan dan kekiri.
Setelah puas bermain dipusarnya maka tanganku meraba selakangannya yang aku rasakan sudah mengeras sejak tadi yang begitu terasa menonjol didadaku tadi akan tetapi aku berusaha untuk mengabaikannya karena aku ingin memberikan cumbuan yang maksimal kepadanya dan tidak ingin buru-buru untuk langsung kontak seksual.
Kuremas perlahan-lahan tonjolan itu dengan tangan kiriku dan tanganku juga berusaha untuk membuka kancing celana jeans warna birunya yang dikenakan siang hari itu, setelah berhasil membebaskan kancingnya makan tangan kananku mulai menarik ritsleting celananya kebawah sampai kulihat nyata tonjolan daging sebesar pisang ambon itu dan terus kulorot celananya sampai terlepas, tinggal celdalnya saja yang berwarna putih yang masih tertinggal. Walaupun begitu aku tidak ingin cepat-cepat untuk segera menikmati pisang ambon itu.
Kutelusuri pahanya dengan jilatan lidahku dari paha kanan dan paha kiri yang akhirnya jilatanku berlabuh dilipatan pahanya yang segaris dengan lipatan celdalnya, kujilati lipatan kiri dan kanan bergantian, sampai kurasakan tangannya menjambak rambutku dengan perasaan mesra dan membimbing kepalaku untuk segera berlabuh ditonjolannya itu.
Akhirnya kubuka juga celdal warna putih itu dan kulihat sebatang penis dengan warna kepalanya yang merah kecoklatan seperti jamur merang yang mengembang sedang berdenyut-denyut. Dan tanpa membuang-buang waktu segera lidahku menuju perbatasan antara kepala dan batangya yang aku rasa paling sensitif. Kurasakan dia menggelinjang, dan jilatan makin turun kebawah ke arah kantung buah pelirnya yang dua biji itu dan terus turun kebawah lagi ke arah perbatasan dengan lubangnya. Dan
"Aaauuhh.., enak Mas, ayo terus Mas" "Aaahh.. Ssstt" "Ayo Mas, aku nggak tahan, cepat masukan punyamu ke lubangku"
Lalu kuambil ludahku untuk membasahi punyaku yang memang sudah sedari tadi berdiri tegang dan kulihat diujung penisku sudah ada cairan bening. Lalu pelan-pelan kumasukan batangku ke dalam lubangnya dan kudengar nafas tertahan untuk sejenak dan kuhentikan untuk sementara waktu agar dia bisa merasakan sakitnya menghilang.
Kemudian kupacu masuk keluar dan maju mundur sambil tangannya mengocok penisnya sendiri.
"Aaahh.. Aduh Mas, aku mau keluar nih" "Sorry yaa, aku keluar duluan," katanya. "Enggak pa-pa, aku juga mau sampai nih," kataku. "Aaahh," crut crut crut air maninya tumpah diatas perutnya dan tak berapa lama lagi. "Ohhaahh"
Kutarik cepat penisku dan aku telungkup memeluknya sambil kupancarkan air kenikmatanku diatas perutnya juga sehingga air maninya dan air maniku bercampur menjadi satu sambil kugesek-gesekan dan masih kurasakan sisa-sisa kenikmatan itu yang baru kita peroleh hampir bersamaan.
Setelah selesai dan saling mengelus dada masing-masing, aku akhirnya lari kekamar mandi untuk membersihkan badan dari keringat yang terasa lengket dan setelah selesai diapun juga kekamar mandi yang sama juga untuk membersihkan badannya yang berlepotan dengan pejuh kami itu.
Setelah dia berpakaian kembali kami akhirnya duduk diruang tamunya sambil diselingi obrolan ringan, rupanya setelah dia mandi tidak memakai celana jeansnya lagi melainkan ganti dengan celana pendek warna putih yang dari sela-sela selakangannya terlihat celana dalam warna putihnya tadi. Rupanya tanganku yang nakal tidak bisa tinggal diam melihat pemandangan seperti, lalu mulai kuelus-elus pahanya yang ditumbuhi rambut yang tidak seberapa lebat dan terus ke atas lagi menuju daerah lipatan pahanya dan kudengara desisnya kembali.
"Aaahh, oohh"
Dan kuraba selakangannya, ternyata penisnya sudah menggeliat bangun lagi dan kurasakan makin lama makin kaku saja. Seolah-olah makim membuatku bersemangat untuk terus mencumbunya lagi dan aku menemukan banyak sekali titik-titik sensitif ditubuhnya yang membuatnya makin terangsang. Sambil sekali-sekali dia tersenyum keenakan dengan mata yang terpejam.
Akhirnya kubuka lagi celana pendeknya dan kulihat batang penisnya yang begitu ngaceng mengeras melengkung mendekati pusarnya. Kugapai dan kumasukan dalam mulutku yang memang sedari tadi nggak pernah mau diem itu. Kumasukan kepalanya yang mekar dan kukulum, kukenyot benjolan kepalanya dan akhirnya kumasuk keluarkan dengan irama yang pasti.
"Aaaoohh, aauuhh" "Opo iki yoo sing diarani surgo donyo yaa"
Aku diam saja, sambil terus melanjutkan aktivitasku yang masih belum selesai hingga akhirnya.
"OOhh Mas, aku mau keluar nih"
Makin semangat aku mengulumnya sampai kurasakan denyut-denyutan dari penis yang kuhisap dan ada rasa hangat, asin, manis, amis tapi semuanya itu kusukai dan kutelan habis semuanya. Ketika kudongakkan kepalaku untuk melihat reaksinya, hanya kulihat sebuah senyum dengan rasa puas dan dia membisikkan kata,
"Dari mana kamu belajar semuanya ini" "Kamu koq pinter membuatku puas, padahal selama ini kalau aku bermain dengan pasanganku aku nggak seterangsang kali ini, sebab biasanya aku selalu aktif mencumbui pasanganku dan kadang aku merasa bosan dan aku juga pengin dicumbui kayak kamu tadi dan pengin dimasuki juga" "Trims yaa, kamu sudah membuatku mendapatkan apa yang kuangan-angankan selama ini" "Hmm," hanya gumanku saja yang menjawab segala komentarnya. "John, kamu nggak menyesal yaa, karena aku telah mengingkari janjiku untuk tidak bermain sex denganmu pada awal pertemuan kita"
Kulihat hanya senyumnya saja yang membalas pertanyaanku, dan aku sudah bisa menebaknya bahwa dia sangat enjoy dengan permainan yang barusan kita lakukan. Berapa saat kemudian aku pamit sama dia.
"Ok John, aku pulang dulu yaa!" kataku "Boleh nggak aku mengulanginya lagi," lanjutku. "Yah gampanglah kalau aku lagi pengin dengan gaya permainanmu, aku akan menghubungi kamu lagi," dengan senyumnya yang khas.
Dalam perjalananku pulang aku masih terbayang pamainanku dengan Johny tadi dan kataku dalam hati.
"Suatu saat nanti aku akan memberikan surprise buat kamu dengan permainanku yang lebih seru lagi"
Walaupun dalam hati aku tidak ingin memiliki Johny sebagai pasanganku karena aku tahu dia sudah mempunyai pasangan tetap yang begitu setia dan juga pencemburu. Hanya sebagai selingan didalam mengisi hari-hari yang menjemukan dan terasa begitu panjang untuk dilalui seorang diri.
Tapi kalau namanya Backstreet pasti enak dan berkesan, tull apa nggak?
Apakah aku ini termasuk tipe penggoda atau apa yaa?